BAL LOKAT TUWU: Kembali ke Masa Lalu, Solusi Masa Kini



Latar Belakang 

Menjadi sebuah tugas seorang pelajar untuk menjelaskan bahwa, konflik akan selalu mengganggu sebuah realitas sosial dengan cara memporak-porandakan tatanan hidup masyarakat serta upaya membangun kehidupan sebagai masyarakat yang plural. Oleh karena itu, penting untuk menghidupkan kembali sebuah kosmos dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, yang sudah ada sejak dahulu dan kemudian terkikis karena perkembangan zaman, sehingga dapat dikembalikan agar tetap menjadi sebuah kosmologi yang relevan dalam terjaganya kehidupan sosial masyarakat yang damai.

Kosmologi menjadi sebuah tatanan penting untuk mengkaji dan membahas asal-usul kejadian, keteraturan, keterlibatan dan harmoni antara bagian-bagian yang terkandung dalam perwujudan alam semesta. Sehubungan dengan itu, ilmu kosmologi akan meneliti dan membahas mengenai masalah penafsiran terhadap simbol, pengucapan, penghayatan dan pelembagaan yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaman terhadap peristiwa maupun nilai, merupakan manifestasi dari pengetahuan individu masyarakat dipengaruhi dari dalam maupun luar lingkungannya (Matakena, Murwani & Watloly, 2023).

Salah satu kosmologi masyarakat Seira adalah Bal Lokat Tuwu (bermain bola kaki antar angkatan), kosmologi menjadi kekuatan untuk menyatukan perbedaan dan perselisihan masyarakat akibat konflik masa lalu antara masyarakat Seira dan Sermuri serta antar desa di Pulau Seira dalam perebutan tanah. Seira merupakan sebuah pulau di Kepulauan Tanimbar yang di dalamnya terdapat 5 desa, yaitu Desa Kamatubun, Rumasalut, Welutu, Themin dan Weratan, yang memiliki satu rumpun bahasa. Fadirsair (2024) mengatakan, Pulau Seira sudah tidak hanya dihuni oleh masyarakat yang beragama Kristen Protestan (GPM), tetapi pada tahun 1938 telah hadir Katolik, kemudian kembali menyusul Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII) pada tahun 1976 dan Gereja Bethel Indonesia (GBI) pada tahun 2001 namun ditolak. Kendatipun demikian GBI kembali dibawa ke Seira tahun 2008 dan diterima baik. Pada tahun 2000-an, juga sudah mampir di Pulau Seira orang-orang Buton yang beragama Islam untuk melakukan perdagangan, hingga saat ini telah menjadi penduduk tetap di Seira.

Terhadap realitas di atas, pentingnya untuk menghidupi kembali kosmologi Bal Lokat Tuwu untuk menjaga perdamaian dalam kehidupan masyarakat Seira yang plural dan majemuk.

Pembahasan

Menguak Realitas Bal Lokat Tuwu dan Perubahannya

Knitter (2015) mengatakan, dialog akan kehilangan kredibilitas moralnya apabila hanya dilakukan pada tingkat intelektual (akademisi) tanpa melibatkan kalangan lainnya. Karena itu, dialog antar agama tidak boleh statis pada kelompok intelektual-akademis namun menjadi dinamis pada masyarakat luas untuk menjaga stabilitas keharmonisan antar umat beragama. 

Salah satu bentuk dialog yang secara khusus penulis teliti di kalangan masyarakat Seira adalah kosmologi Bal Lokat Tuwu, sebagai praktik masa lampau yang masih relevan dalam realitas masa kini, namun sudah tidak lagi dilakukan karena pengaruh budaya luar yang justru lebih dominan sehingga membuat masyarakat tidak lagi mengingat kosmologi tersebut sebagai sebuah jalan rekonsiliasi. 

Dalam sejarahnya pada tahun 1919-1970, di Pulau Seira sering dilakukan pertandingan bola kaki antar angkatan. Hal itu terjadi bukan hanya untuk satu desa di Pulau Seira, namun gabungan satu angkatan kelahiran di lima desa yang ada di Seira. Pertandingan bola kaki antar angkatan di Seira memiliki nama-nama timnya tersendiri, tim-tim yang pernah ada pada masanya adalah SUM-SUM KORDA, BINTANG SIANG, GARUDA MALAM, SORONG MATI, TUNAS HARAPAN dan lainnya. 

Dengan adanya pertandingan sepak bola yang dilakukan antar angkatan, maka kesadaran individu maupun kolektif tentang pentingnya membangun relasi kehidupan bersama untuk terus menjaga persatuan dan perdamaian baik antar angkatan maupun seluruh masyarakat di Seira. Dengan adanya tim-tim sepak bola tersebut, membuat kehidupan masyarakat Seira semakin lebih baik sebab tidak terjadi konflik namun terus terciptanya perdamaian. Semangat kehidupan bersama untuk melakukan pertandingan sepak bola antar angkatan mulai memudar dan bahkan berhenti pada tahun 1980-an hingga sekarang ini.

Terjadinya pertandingan bola kaki antar angkatan di Seira karena beberapa hal, yaitu: Pertama, memperkuat relasi persaudaraan antar angkatan di Pulau Seira. Kedua, mencegah terjadinya konflik antar pemuda di desa-desa yang ada di Seira. Ketiga, memperkokoh ikan kekeluargaan sebagai masyarakat Seira. Dalam konteks ini, masyarakat Seira justru hidup tenang dan terhindar dari perselisihan-perselisihan yang menyebabkan konflik dan perpecahan.

Gaspersz (2023) mengatakan, manusia secara esensial adalah makhluk yang senantiasa menjadi (human being). Hidup manusia selalu berada dalam kontinuitas perubahan yang dinamik. Identitas sebagai seorang manusia sejati ditemukan melalui kreativitasnya, mengubah dan membarui. Bahkan mampu memaknai setiap perubahan yang dibuatnya sejauh perubahan itu dikehendaki, serta menjawab kebutuhannya. Kosmologi Bal Lokat Tuwu menjadi kreativitas manusia masa lampau yang dilakukan untuk mengubah dan membarui realitas masa lalu, yakni pergolakan atas perebutan tanah di Pulau Seira. Fadirsair (2024) mengungkapkan, sejak tahun 1912 sudah terjadi pergolakan antara masyarakat Seira (Kristen Protestan) dan Sermuri (Katolik) tentang hak kepemilikan Pulau Seira yang kemudian baru diputuskan oleh Tuan Residen Amboina pada tahun 1922 yang menyerahkan hak penuh atas Pulau Seira kepada kelima pemerintah dan seluruh masyarakat negeri di Seira. Dengan demikian Bal Lokat Tuwu menjadi salah satu kosmologi untuk rekonsiliasi dalam mengupayakan kehidupan yang damai di Pulau Seira.

Kosmologi Bal Lokat Tuwu kemudian mulai terkikis dan hampir tidak lagi dilakukan sejak tahun 1980 hingga sekarang ini. Hal tersebut mengakibatkan sering terjadi konflik di Seira karena terbentuknya geng atau kelompok pemuda antar desa yang kemudian geng-geng atau kelompok-kelompok diberi nama SOLIJA (sopi Lingat lingkar di jantung), KOSLET (kore sedikit langsung lecet), ANTENA (anak Themin nakal), ASGI (anak samping samping gereja Imanuel) dan lainnya. Masyarakat Seira seringkali merasakan situasi tidak aman, kerusakan rumah-rumah dan kerusakan fasilitas umum akibat dari konflik antara geng-geng dan kelompok-kelompok tersebut.

Kesadaran Sejarah Memanusiakan Masa Depan

Fadirsair (2023) mengatakan, menguak sebuah peristiwa sejarah adalah hakikat dari kehidupan yang bertolak dari realitas manusia pada masa lampau dengan melihat bagaimana manusia bertindak, berpikir, merasakan dan melakukan sesuatu. Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa lalu, memengaruhi realitas masyarakat baik individu maupun kolektif.

Pentingnya kesadaran historis untuk melihat masa lampau sebagai sebuah pembaharuan masa kini. Watloly (2023) Kosmologi menandai sebuah kebatinan kosmos yang membentuk keaslian tenaga, kekuatan, semangat, jiwa, hati dan pikiran dan etos kosmos yang asli (alami) dan mendalam. Sedemikian mendasar sehingga tanpa kosmologi maka sulit dipertahankan keutuhan, keteraturan dan keterlibatan, ketentraman dan kesejahteraan suatu tempat. Terhadap apa yang terjadi pentingnya kosmologi Bal Lokat Tuwu untuk dipraktikkan kembali relasi kehidupan masyarakat pada masa kini agar tidak terjadi konflik antar geng maupun kelompok.

Tidak ada keistimewaan lain, jika kesadaran manusia tidak mencuat untuk memastikan bahwa kehidupan yang damai merupakan dambaan setiap orang. Kendatipun demikian, untuk mewujudkan perdamaian tidak secara gamblang dapat terjadi tanpa sebuah upaya sehingga sebuah kosmos yang telah ada pada masa lalu dan telah terkikis, perlu untuk dikembalikan agar dapat menciptakan realitas sosial masyarakat yang hidup berdampingan dalam kepelbagaian.

Menjaga rumusan-rumusan hidup masa lampau seringkali bertentangan dengan kehidupan masa kini akibat dari pembauran zaman yang mampu memengaruhi masyarakat untuk lupa akan cara hidup manusia masa lalu yang seyogianya sangat menjunjung persatuan dan perdamaian. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang damai jika kesadaran akan masa lalu dengan cara mempraktikkan kembali kosmologi masyarakat di masa lalu yang masih relevan untuk masa kini demi tercapainya kehidupan yang humanis.


Daftar Pustaka

Fadirsair, Fiktor. (2023). Menakar Sejarah Memaknai Kehidupan: Kajian Psikohistoris Teologi Jemaat GPM Hatuhenu Tahun 1950-1953. Dalam Arumbae: Jurnal Ilmiah Teologi dan Studi Agama, Volume 5, Nomor 1, Juni 2023, hlm. 139.

Fadirsair, Fiktor. (2024). Rekonsiliasi Pergolakan Agraria di Pulau Seira dalam Perspektif Historis Teologi. Dalam Tiwery, Yudit., Pakniani, Yamres., & Tauran, Elviaty Helinda (ed.), Dinamika Agraria dalam Perspektif Teologi, Sosial, Hukum, dan Budaya Pada Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau KecilI. Indramayu: Penerbit Adab.

Gaspersz, Steve G. C. (2023). Heka Leka: Telusur Makna Teologis dalam Ide Kebudayaan Maluku. Papua: Aseni.

Knitter, Paul F. (2015). Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab Global. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Matakena, Fransina., Murwani, Prapti., & Watloly, Aholiab. (2023). Membangun Negeri yang Berkarakter dan Berkelanjutan. Bandung: Alfabeta.











Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENG HARI-INI-KAN INJIL KEPADA ANAK-ANAK

HIMPUNAN MAHASISWA DAN PEMUDA LELEMUKU KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR MENG-HARI-INI-KAN HUKUM BAGI MASYARAKAT

REFLEKSI EMERITUS PROFESOR DAN PENDETA: PDT. (EM.) PROF. (EM.) DR. (H.C.) JOHN A. TITALEY, TH.D.